Nama : YURISA DEWI
NPM : 18210796
4EA13
·
Kasus Hak Pekerja
Buruh
Tuding PT Musim Mas Tekan Pekerja Wanita
PANGKALAN KERINCI- Serikat Buruh
Sejahtera Indonesia (SBSI) menuding PT Musim Mas melakukan penekanan kepada
pekerja perempuan selama enam bulan terakhir. Perusahaan perkebunan sawit itu
tidak menghargai derajat dan kodrat perempuan, termasuk soal kewajiban
perusahaan memberikan cuti haid kepada pekerja wanita.
“Coba bayangkan, karyawan yang wanita
tidak berikan istirahat saat haid atau datang bulan. Malah disuruhnya berdiam
diri di klinik perusahaan, seperti dihukum. Kok tidak berperikemanusiaan,” ujar
Ketua Komisariat SBSI PT Musim Mas, Aperius Gule saat menggelar aksi damai
bersama ribuan buruh se-Pelalawan bertepatan dengan May Day di kantor Bupati
Pelalawan, Rabu (1/5).
Aperius menjelaskan, meski telah
dikritisi oleh pekerja lain dan
difasilitasi organisasi pekerja, PT Musim Mas tetap melakukan penekanan terhadap karyawan yang masih berstatus Buruh Harian Lepas (BHL) itu. Sstem kerja yang tidak mempertimbangkan kemampuan buruh perempuan lainnya yakni, aktivitas melansir pupuk dari gudang ke mobil pengangkut. Selanjutnya, setiba di lapangan pekerja wanita kembali mengangkat pupuk tersebut dari kendaraan operasional hingga ke titik-titik penempatan pupuk.
difasilitasi organisasi pekerja, PT Musim Mas tetap melakukan penekanan terhadap karyawan yang masih berstatus Buruh Harian Lepas (BHL) itu. Sstem kerja yang tidak mempertimbangkan kemampuan buruh perempuan lainnya yakni, aktivitas melansir pupuk dari gudang ke mobil pengangkut. Selanjutnya, setiba di lapangan pekerja wanita kembali mengangkat pupuk tersebut dari kendaraan operasional hingga ke titik-titik penempatan pupuk.
Dari 600 orang karyawan perempuan di PT
Musim Mas, lanjut Aperius, sebanyak 35 orang ditugasi melansisir pupuk
setiap hari untuk kepentingan produksi perusahaan. Bahkan, pupuk yang bobot
satu karung hingga 50 kilogram itu diangkat di atas pundak atau kepala dan
berjalan sampai 50 meter untuk sampai ke tempat penitipan.
Padahal, dalam beberapa peraturan
terkait ketenagakerjaan dilarang mempekerjakan karyawan perempuan yang sedang
datang bulan. Apalagi untuk item pekerjaan berat seperti mengangkat dan
melansir puput berkarung-karung.
“Selama ini PT Musim Mas dalam membuat
kebijakannya juga jarang melibatkan kita. Padahal keputusan itu berkenaan
dengan kesejahteraan dan hak-hak pekerja. Ini yang seharusnya kita tentang
bersama,” tambah ketua DPC SBSI Pelalawan, Terman Waruwu.
Dikatakan Terman, PT Musim Mas hannya
satu diantara puluhan perusahaan beroperasi di Pelalawan yang melakukan
penindasan kepada karyawannya. Ratusan laporan dan pengaduan dalam setahun
terakhir terkait pemutusan hubungan kerja sepihak dari perusahaan, kecelakaan
kerja, hingga penghilangan hak-hak karyawan oleh management.
“Penindasan seperti ini selalu terjadi
sepanjang tahun dan tidak pernah ada penyelesaian dari pemerintah setempat.
Semoga pemerintah dan kepala daerah dapat menyikapinya,” tandas Terman
Wakil Bupati Pelalawan, Marwan Ibrahim
menyatakan, pihaknya akan memangil pihak PT Musim Mas untuk mempertanyakan
tindakan sewenang-wenang tanpa perasaan terhadap pekerja perempuan itu.
Jika terdapat pelanggaran berat terhadap
pekerja dan hak asasi manusia, Pemda akan melakukan tindakan tegas terhadap
managemen. Namun, Wabu Marwan meminta pendemo untuk melengkapi data-data
terkait tudingan kepada PT Musim Mas itu.
“Setelah Pak Bupati pulang, kita akan
panggil perusahaan dan menindaklanjuti laporan ini. Mudah-mudahan bisa mencari
solusi terbaik. Karena saat ini pak Bupati sedang berada di luar kota untuk
tugas kedinasan, ” terangnya.
Ribuan buruh yang melakukan aksi damai
itu, berasal dari berbagai perusahaan dengan membawa bender SBSI 92. Para
pendemo itu menggunakan seragam dan pengikat kepala berwarna hijau. Mereka
datang menggunakan puluhan mobil truk dan ratusan sepeda motor. Sebelum menuju
kantor Bupati, massa sempat konvoi mengelilingi kota Pangkalan Kerinci.
·
Kasus Iklan Tidak Etis
Kontroversi
Iklan Traditional Chinese Medication (TCM)
Badan Pengawas Periklanan (BPP) P3I
telah menemukan satu kasus iklan Traditional Chinese Medication (TCM) yaitu
iklan Cang Jiang Clinic. BPP P3I saat itu menilai bahwa iklan tersebut
berpotensi melanggar Etika Pariwara Indonesia, khususnya terkait dengan:
Bab III.A. No.2.10.3. (tentang Klinik, Poliklinik dan Rumah Sakit) yang
berbunyi: “Klinik, poliklinik, atau rumah sakit tidak boleh mengiklankan
promosi penjualan dalam bentuk apa pun” dan Bab III.A. No.1.17.2. (tentang
Kesaksian Konsumen) yang berbunyi: “Kesaksian konsumen harus merupakan kejadian
yang benar-benar dialami, tanpa maksud untuk melebih-lebihkannya”.
Pada iklan Cang Jiang Clinic tersebut
ditampilkan pemberian diskon (30%) bagi pembelian obat serta ditampilkan pula
beberapa kesaksian konsumen mereka yang sangat tendensius melebih-lebihkan
kemampuan klinik tersebut serta bersifat sangat provokatif yang cenderung
menjatuhkan kredibilitas pengobatan konvensional.
Untuk memastikan adanya pelanggaran
tersebut, maka BPP P3I telah mengirimkan surat kepada Persatuan Rumah-Sakit
Indonesia (PERSI) dan mendapatkan jawaban bahwa PERSI sependapat dengan BPP P3I
sehingga pada bulan Maret 2012, BPP P3I telah mengirimkan surat himbauan kepada
KPI untuk menghentikan penayangan iklan tersebut.
Masalah Cang Jiang Clinic ini belum
tuntas, ketika lalu muncul iklan Tong Fang Clinic yang jauh lebih gencar (dan
ditayangkan di lebih banyak stasiun televisi dan dengan frekuensi yang jauh
lebih sering). Isi pesan iklannya sangat mirip dengan iklan Cang Jiang
Clinic. BPP P3I kemudian melayangkan surat himbauan yang senada kepada KPI pada
bulan Juli 2012.
Sepanjang bulan Juli 2012, iklan Tong
Fang Clinic ternyata sangat ramai menjadi pergunjingan masyarakat umum; baik
melalui media-media sosial maupun pengiriman SMS dan Blackberry Messenger.
Bahkan, kata kunci “Tong Fang” sempat menjadi topik yang paling sering disebut
(‘trending topic’) di twitter, bukan saja di area Indonesia, tapi di seluruh
dunia (lintas.me, 6 Agustus 2012).
Dari sudut ilmu komunikasi, bisa saja
orang lalu menilai bahwa klinik tersebut telah mendapatkan tingkat ‘awareness’
yang sangat tinggi. Hal tersebut memang tidaklah dapat dibantah. Jutaan kicaun
masyarakat tersebar di berbagai jenis media terkait dengan iklan klinik
tersebut. Tapi, mari kita coba lihat isi dari beberapa kicauan tersebut
(dikutip dari beberapa posting di twitter).
> Dulu muka saya ada jerawat satu,
seteleh ke klinik Tong Fang muka saya jd bnyak
jerawat.Trimakasih TongFang
> Dulu pacar saya di rebut orang,
namun setelah saya ke klinik TongFang sekarang saya jd rebutan pacar orang,
terima kasih TongFang
> Dulu saya Raja Dangdut, setelah ke
Klinik Tong Fang kini saya jadi Raja Singa. Terima Kasih Tong Fang
> Dulu saya dipanggil anak SINGKONG.
Setelah Konsul ke Klinik Tong Fang skrg saya dipanggil anak KINGKONG.
TerimaKasih TongFang
> Dulu Kakak PEREMPUAN sy slalu telat
ke KAMPUS, setelah 5 kali ke Klinik Tong Fang skarang Kakak sy TELAT 3
bulan, Trims Tong Fang
Apakah kicauan masyarakat tersebut
sebenarnya hanya sekedar ‘iseng’ dan semacam jadi ‘lomba kreatifitas’ mereka
saja? Saya sangat percaya bahwa bukan itu permasalahannya.
Tidak perlu menjadi seorang pakar
komunikasi untuk memahami bahwa dibalik lelucon-lelucon yang dikreasikan oleh
berbagai kalangan masyarakat, ada satu pesan penting yang ingin disampaikan
oleh masyarakat terhadap iklan Tong Fang Clinic: IKLAN ITU SENDIRI ADALAH SATU
LELUCON BESAR!!
Suatu iklan (dari produk apapun juga),
pastilah mengandung unsur JANJI dari si pengiklan kepada khalayak yang
disasarnya. Sungguh sangat disayangkan bahwa ternyata janji yang ditawarkan
oleh iklan Tong Fang Clinic dinilai tidak lebih dari sekedar lelucon! Dan,
tidak perlu berpikir terlalu mendalam untuk memahami bahwa dibalik ‘lelucon’
yang ada dalam iklan tersebut, masyarakat menilai ada KEBOHONGAN BESAR.
Dalam konteks ini, tingkat ‘awareness’
yang tinggi dari iklan Tong Fang Clinic sebenarnya malah memberikan dampak yang
sangat negatif terhadap citra dari klinik itu sendiri. Cukup mengherankan bahwa
pihak klinik Tong Fang tidak segera melakukan koreksi, bahkan terkesan
‘santai-santai’ saja (baca Merdeka.com, 9 Agustus 2012 08:06:00: “Diolok-olok
di Twitter, ini jawaban klinik Tong Fang”). Beberapa pemilik akun twitter
bahkan sudah ada yang sampai tingkat ‘marah’ karena mereka sangat memahami
bahwa olok-olokan tersebut sangat menjatuhkan citra klinik Tong Fang. Dan lebih
parahnya, dapat dengan sangat mudah diprediksi, citra ini akan merembet kepada
seluruh klinik tradisional Cina (TCM).
Tekanan terhadap kasus di atas tidak
saja datang dari masyarakat. Pemerintahpun akhirnya harus turun tangan..
Misalnya: Merdeka.com pada 9 Agustus 2012 06:47:00 mengangkat artikel “Dinas
Kesehatan DKI larang iklan Klinik Tong Fang” dan Okezone.com pada 8 Agustus
2012 23:46 mengangkat artikel “DPR Soroti Praktik Klinik Tong Fang”.
Bila saat ini masyarakat (dan
pemerintah) jadi tidak percaya kepada iklan klinik Tong Fang, siapakah yang
akan dirugikan? Pertama-tama mungkin memang hanya akan berdampak pada klinik
Tong Fang dan TCM lainnya. Tapi, dampak ini bila sampai tidak diatasi dengan
segera, akan membuat industri klinik tradisional Cina tidak dapat
berkembang, akibatnya mereka tidak lagi bisa beriklan. Di titik ini, media
massa akan merasakan dampaknya pula.
Sangat disayangkan bahwa media-massa
(khususnya televisi) mengabaikan himbauan dan teguran yang telah disampaikan
oleh KPI untuk menghentikan iklan-iklan TCM yang provokatif tersebut sejak
April 2012 (lihat www.kpi.go.id pada menu Imbauan, Peringatan dan
Sanksi). Stasiun TV hanya berpikir jangka-pendek mengeruk dana iklan
secepat-cepatnya padahal bila iklan tersebut justru akan ‘mematikan’
pengiklannya, maka stasiun TV akan kehilangan pendapatan di masa depannya.
Secara tidak langsung, keprihatinan
masyarakat atas kasus ini seharusnya menjadi keprihatinan untuk seluruh
kalangan periklanan dan komunikasi pemasaran pada umumnya juga. Kasus ini
menambah panjang daftar materi komunikasi (iklan) yang dinilai “bohong” oleh masyarakat
umum. Citra materi komunikasi (iklan) tercemar dengan adanya kasus ini.
Kitab Etika Pariwara Indonesia dengan
tegas telah mencantumkan 3 asas penting dalam membuat karya iklan yaitu:
Iklan dan pelaku periklanan harus :
1.
Jujur, benar, dan bertanggungjawab.
2.
Bersaing secara sehat.
3.
Melindungi dan menghargai khalayak,
tidak merendahkan agama, budaya, negara, dan golongan, serta tidak
bertentangan dengan hukum yang berlaku.
·
Kasus Etika Pasar Bebas
Penggunaan
Zat Aktif Pada Obat Anti-Nyamuk
PT. Megasari Makur adalah perusahaan
yang memproduksi produk sepeti tisu basah, pengharum ruangan dan juga obat
anti-nyamuk. Bermula pada tahun 1996, yang berproduksi di daerah Gunung Putri,
Bogor, Jawa Barat. Obat anti-nyamuk yang diproduksi di beri merek HIT, HIT
mengenalkan dirinya sebagai obat nyamuk yang murah dan lebih tangguh. Selain di
indonesi HIT juga mengekspor produknya keluar Indonesia.
Obat anti-nyamuk HIT yang diproduksi
oleh PT Megarsari Makmur dinyatakan ditarik dari peredaran karena penggunaan
zat aktif Propoxur dan Diklorvos yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan
terhadap manusia. Departemen Pertanian, dalam hal ini Komisi Pestisida, telah
melakukan inspeksi di pabrik HIT dan menemukan penggunaan pestisida yang
menganggu kesehatan manusia seperti keracunan terhadap darah, gangguan syaraf,
gangguan pernapasan, gangguan terhadap sel pada tubuh, kanker hati dan kanker
lambung.
HIT yang promosinya sebagai obat
anti-nyamuk ampuh dan murah ternyata sangat berbahaya karena bukan hanya
menggunakan Propoxur tetapi juga Diklorvos (zat turunan Chlorine yang sejak
puluhan tahun dilarang penggunaannya di dunia). Obat anti-nyamuk HIT yang dinyatakan
berbahaya yaitu jenis HIT 2,1 A (jenis semprot) dan HIT 17 L (cair isi ulang).
Selain itu, Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan melaporkan PT Megarsari Makmur ke
Kepolisian Metropolitan Jakarta Raya pada tanggal 11 Juni 2006. Korbannya yaitu
seorang pembantu rumah tangga yang mengalami pusing, mual dan muntah akibat
keracunan, setelah menghirup udara yang baru saja disemprotkan obat anti-nyamuk
HIT.
Masalah yang juga muncul adalah
timbulnya miskomunikasi antara Departemen Pertanian (Deptan), Departemen Kesehatan
(Depkes), dan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). Menurut UU, registrasi
harus dilakukan di Depkes karena hal ini menjadi kewenangan Mentri Kesehatan.
Namun menurut Keppres Pendirian BPOM, registrasi ini menjadi tanggung jawab
BPOM. Namun Kepala BPOM periode sebelumnya sempat mengungkapkan, semua obat
anti-nyamuk harus terdaftar (teregistrasi) di Depkes dan tidak lagi diawasi
oleh BPOM. Tetapi pada kenyataannya, selama ini izin produksi obat anti-nyamuk
dikeluarkan oleh Deptan. Deptan akan memberikan izin atas rekomendasi Komisi
Pestisida. Jadi jelas terjadi lempar masalah dan kewenangan di antara
instansi-instansi tersebut.
·
Kasus Whistle Blowing
Kasus Enron
Enron merupakan
perusahaan dari penggabungan antara InterNorth (penyalur gas alam melalui pipa)
dengan Houston Natural Gas. Kedua perusahaan ini bergabung pada tahun 1985.
Bisnis inti Enron bergerak dalam industri energi, kemudian melakukan
diversifikasi usaha yang sangat luas bahkan sampai pada bidang yang tidak ada
kaitannya dengan industri energi. Diversifikasi usaha tersebut, antara lain
meliputi future transaction, trading commodity non energy dan kegiatan bisnis
keuangan.Kasus Enron mulai terungkap pada bulan Desember tahun 2001 dan terus
menggelinding pada tahun 2002 berimplikasi sangat luas terhadap pasar keuangan
global yang di tandai dengan menurunnya harga saham secara drastis berbagai
bursa efek di belahan dunia, mulai dari Amerika, Eropa, sampai ke Asia. Enron,
suatu perusahaan yang menduduki ranking tujuh dari lima ratus perusahaan
terkemuka di Amerika Serikat dan merupakan perusahaan energi terbesar di AS
jatuh bangkrut dengan meninggalkan hutang hampir sebesar US $ 31.2 milyar.
Dalam kasus
Enron diketahui terjadinya perilaku moral hazard diantaranya manipulasi laporan
keuangan dengan mencatat keuntungan 600 juta Dollar AS padahal perusahaan
mengalami kerugian. Manipulasi keuntungan disebabkan keinginan perusahaan agar
saham tetap diminati investor, kasus memalukan ini konon ikut melibatkan orang
dalam gedung putih, termasuk wakil presiden Amerika Serikat.
Sumber: