SUPER JUNIOR

SUPER JUNIOR

Rabu, 08 Januari 2014

ETIKA BISNIS - KASUS

Nama  : YURISA DEWI
NPM   : 18210796
4EA13

·        Kasus Hak Pekerja

Buruh Tuding PT Musim Mas Tekan Pekerja Wanita
PANGKALAN KERINCI- Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) menuding PT Musim Mas melakukan penekanan kepada pekerja perempuan selama enam bulan terakhir. Perusahaan perkebunan sawit itu tidak menghargai derajat dan kodrat perempuan, termasuk soal kewajiban perusahaan memberikan cuti haid kepada pekerja wanita.
“Coba bayangkan, karyawan yang wanita tidak berikan istirahat saat haid atau datang bulan. Malah disuruhnya berdiam diri di klinik perusahaan, seperti dihukum. Kok tidak berperikemanusiaan,” ujar Ketua Komisariat SBSI PT Musim Mas, Aperius Gule saat menggelar aksi damai bersama ribuan buruh se-Pelalawan bertepatan dengan May Day di kantor Bupati Pelalawan, Rabu (1/5).
Aperius menjelaskan, meski telah dikritisi oleh pekerja lain dan
difasilitasi organisasi pekerja, PT Musim Mas tetap melakukan penekanan terhadap karyawan yang masih berstatus Buruh Harian Lepas (BHL) itu. Sstem kerja yang tidak mempertimbangkan kemampuan buruh perempuan lainnya yakni, aktivitas melansir pupuk dari gudang ke mobil pengangkut. Selanjutnya, setiba di lapangan pekerja wanita kembali mengangkat pupuk tersebut dari kendaraan operasional hingga ke titik-titik penempatan pupuk.
Dari 600 orang karyawan perempuan di PT Musim Mas,  lanjut Aperius, sebanyak 35 orang ditugasi melansisir pupuk setiap hari untuk kepentingan produksi perusahaan. Bahkan, pupuk yang bobot satu karung hingga 50 kilogram itu diangkat di atas pundak atau kepala dan berjalan sampai 50 meter untuk sampai ke tempat penitipan.
Padahal, dalam beberapa peraturan terkait ketenagakerjaan dilarang mempekerjakan karyawan perempuan yang sedang datang bulan. Apalagi untuk item pekerjaan berat seperti mengangkat dan melansir puput berkarung-karung.
“Selama ini PT Musim Mas dalam membuat kebijakannya juga jarang melibatkan kita. Padahal keputusan itu berkenaan dengan kesejahteraan dan hak-hak pekerja. Ini yang seharusnya kita tentang bersama,” tambah ketua DPC SBSI Pelalawan, Terman Waruwu.
Dikatakan Terman, PT Musim Mas hannya satu diantara puluhan perusahaan beroperasi di Pelalawan yang melakukan penindasan kepada karyawannya. Ratusan laporan dan pengaduan dalam setahun terakhir terkait pemutusan hubungan kerja sepihak dari perusahaan, kecelakaan kerja, hingga penghilangan hak-hak karyawan oleh management.
“Penindasan seperti ini selalu terjadi sepanjang tahun dan tidak pernah ada penyelesaian dari pemerintah setempat. Semoga pemerintah dan kepala daerah dapat menyikapinya,” tandas Terman
Wakil Bupati Pelalawan, Marwan Ibrahim menyatakan, pihaknya akan memangil pihak PT Musim Mas untuk mempertanyakan tindakan sewenang-wenang tanpa perasaan terhadap pekerja perempuan itu.
Jika terdapat pelanggaran berat terhadap pekerja dan hak asasi manusia, Pemda akan melakukan tindakan tegas terhadap managemen. Namun, Wabu Marwan meminta pendemo untuk melengkapi data-data terkait tudingan kepada PT Musim Mas itu.
“Setelah Pak Bupati pulang, kita akan panggil perusahaan dan menindaklanjuti laporan ini. Mudah-mudahan bisa mencari solusi terbaik. Karena saat ini pak Bupati sedang berada di luar kota untuk tugas kedinasan, ” terangnya.
Ribuan buruh yang melakukan aksi damai itu, berasal dari berbagai perusahaan dengan membawa bender SBSI 92. Para pendemo itu menggunakan seragam dan pengikat kepala berwarna hijau. Mereka datang menggunakan puluhan mobil truk dan ratusan sepeda motor. Sebelum menuju kantor Bupati, massa sempat konvoi mengelilingi kota Pangkalan Kerinci.


·        Kasus Iklan Tidak Etis

Kontroversi Iklan Traditional Chinese Medication (TCM)
Badan Pengawas Periklanan (BPP) P3I telah menemukan satu kasus iklan Traditional Chinese Medication (TCM) yaitu iklan Cang Jiang Clinic. BPP P3I saat itu menilai bahwa iklan tersebut berpotensi melanggar Etika Pariwara Indonesia, khususnya terkait dengan:  Bab III.A. No.2.10.3. (tentang Klinik, Poliklinik dan Rumah Sakit) yang berbunyi: “Klinik, poliklinik, atau rumah sakit tidak boleh mengiklankan promosi penjualan dalam bentuk apa pun” dan Bab III.A. No.1.17.2. (tentang Kesaksian Konsumen) yang berbunyi: “Kesaksian konsumen harus merupakan kejadian yang benar-benar dialami, tanpa maksud untuk melebih-lebihkannya”.

Pada iklan Cang Jiang Clinic tersebut ditampilkan pemberian diskon (30%) bagi pembelian obat serta ditampilkan pula beberapa kesaksian konsumen mereka yang sangat tendensius melebih-lebihkan kemampuan klinik tersebut serta bersifat sangat provokatif yang cenderung menjatuhkan kredibilitas pengobatan konvensional.

Untuk memastikan adanya pelanggaran tersebut, maka BPP P3I telah mengirimkan surat kepada Persatuan Rumah-Sakit Indonesia (PERSI) dan mendapatkan jawaban bahwa PERSI sependapat dengan BPP P3I sehingga pada bulan Maret 2012, BPP P3I telah mengirimkan surat himbauan kepada KPI untuk menghentikan penayangan iklan tersebut.

Masalah Cang Jiang Clinic ini belum tuntas, ketika lalu muncul iklan Tong Fang Clinic yang jauh lebih gencar (dan ditayangkan di lebih banyak stasiun televisi dan dengan frekuensi yang jauh lebih sering).  Isi pesan iklannya sangat mirip dengan iklan Cang Jiang Clinic. BPP P3I kemudian melayangkan surat himbauan yang senada kepada KPI pada bulan Juli 2012.

Sepanjang bulan Juli 2012, iklan Tong Fang Clinic ternyata sangat ramai menjadi pergunjingan masyarakat umum; baik melalui media-media sosial maupun pengiriman SMS dan Blackberry Messenger. Bahkan, kata kunci “Tong Fang” sempat menjadi topik yang paling sering disebut (‘trending topic’) di twitter, bukan saja di area Indonesia, tapi di seluruh dunia (lintas.me, 6 Agustus 2012).

Dari sudut ilmu komunikasi, bisa saja orang lalu menilai bahwa klinik tersebut telah mendapatkan tingkat ‘awareness’ yang sangat tinggi. Hal tersebut memang tidaklah dapat dibantah. Jutaan kicaun masyarakat tersebar di berbagai jenis media terkait dengan iklan klinik tersebut. Tapi, mari kita coba lihat isi dari beberapa kicauan tersebut (dikutip dari beberapa posting di twitter).

> Dulu muka saya ada jerawat satu, seteleh ke klinik Tong Fang muka saya jd bnyak jerawat.Trimakasih TongFang
> Dulu pacar saya di rebut orang, namun setelah saya ke klinik TongFang sekarang saya jd rebutan pacar orang, terima kasih TongFang
> Dulu saya Raja Dangdut, setelah ke Klinik Tong Fang kini saya jadi Raja Singa. Terima Kasih Tong Fang
> Dulu saya dipanggil anak SINGKONG. Setelah Konsul ke Klinik Tong Fang skrg saya dipanggil anak KINGKONG. TerimaKasih TongFang
> Dulu Kakak PEREMPUAN sy slalu telat ke KAMPUS, setelah 5 kali ke Klinik Tong Fang skarang Kakak sy TELAT 3 bulan, Trims Tong Fang
Apakah kicauan masyarakat tersebut sebenarnya hanya sekedar ‘iseng’ dan semacam jadi ‘lomba kreatifitas’ mereka saja? Saya sangat percaya bahwa bukan itu permasalahannya.

Tidak perlu menjadi seorang pakar komunikasi untuk memahami bahwa dibalik lelucon-lelucon yang dikreasikan oleh berbagai kalangan masyarakat, ada satu pesan penting yang ingin disampaikan oleh masyarakat terhadap iklan Tong Fang Clinic: IKLAN ITU SENDIRI ADALAH SATU LELUCON BESAR!!

Suatu iklan (dari produk apapun juga), pastilah mengandung unsur JANJI dari si pengiklan kepada khalayak yang disasarnya. Sungguh sangat disayangkan bahwa ternyata janji yang ditawarkan oleh iklan Tong Fang Clinic dinilai tidak lebih dari sekedar lelucon! Dan, tidak perlu berpikir terlalu mendalam untuk memahami bahwa dibalik ‘lelucon’ yang ada dalam iklan tersebut, masyarakat menilai ada KEBOHONGAN BESAR.

Dalam konteks ini, tingkat ‘awareness’ yang tinggi dari iklan Tong Fang Clinic sebenarnya malah memberikan dampak yang sangat negatif terhadap citra dari klinik itu sendiri. Cukup mengherankan bahwa pihak klinik Tong Fang tidak segera melakukan koreksi, bahkan terkesan ‘santai-santai’ saja (baca Merdeka.com, 9 Agustus 2012 08:06:00: “Diolok-olok di Twitter, ini jawaban klinik Tong Fang”). Beberapa pemilik akun twitter bahkan sudah ada yang sampai tingkat ‘marah’ karena mereka sangat memahami bahwa olok-olokan tersebut sangat menjatuhkan citra klinik Tong Fang. Dan lebih parahnya, dapat dengan sangat mudah diprediksi, citra ini akan merembet kepada seluruh klinik tradisional Cina (TCM).

Tekanan terhadap kasus di atas tidak saja datang dari masyarakat. Pemerintahpun akhirnya harus turun tangan.. Misalnya: Merdeka.com pada 9 Agustus 2012 06:47:00 mengangkat artikel “Dinas Kesehatan DKI larang iklan Klinik Tong Fang” dan Okezone.com pada 8 Agustus 2012 23:46 mengangkat artikel “DPR Soroti Praktik Klinik Tong Fang”.  

Bila saat ini masyarakat (dan pemerintah) jadi tidak percaya kepada iklan klinik Tong Fang, siapakah yang akan dirugikan? Pertama-tama mungkin memang hanya akan berdampak pada klinik Tong Fang dan TCM lainnya. Tapi, dampak ini bila sampai tidak diatasi dengan segera, akan membuat industri klinik  tradisional Cina tidak dapat berkembang, akibatnya mereka tidak lagi bisa beriklan. Di titik ini, media massa akan merasakan dampaknya pula.

Sangat disayangkan bahwa media-massa (khususnya televisi) mengabaikan himbauan dan teguran yang telah disampaikan oleh KPI untuk menghentikan iklan-iklan TCM yang provokatif tersebut sejak April 2012 (lihat www.kpi.go.id pada menu Imbauan, Peringatan dan Sanksi). Stasiun TV hanya berpikir jangka-pendek mengeruk dana iklan secepat-cepatnya padahal bila iklan tersebut justru akan ‘mematikan’ pengiklannya, maka stasiun TV akan kehilangan pendapatan di masa depannya.

Secara tidak langsung, keprihatinan masyarakat atas kasus ini seharusnya menjadi keprihatinan untuk seluruh kalangan periklanan dan komunikasi pemasaran pada umumnya juga. Kasus ini menambah panjang daftar materi komunikasi (iklan) yang dinilai “bohong” oleh masyarakat umum. Citra materi komunikasi (iklan) tercemar dengan adanya kasus ini.
Kitab Etika Pariwara Indonesia dengan tegas telah mencantumkan 3 asas penting dalam membuat karya iklan yaitu:
Iklan dan pelaku periklanan harus :
1.      Jujur, benar, dan bertanggungjawab.
2.      Bersaing secara sehat.
3.      Melindungi dan menghargai khalayak, tidak merendahkan agama, budaya, negara, dan golongan, serta  tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.


·        Kasus Etika Pasar Bebas

Penggunaan Zat Aktif Pada Obat Anti-Nyamuk
PT. Megasari Makur adalah perusahaan yang memproduksi produk sepeti tisu basah, pengharum ruangan dan juga obat anti-nyamuk. Bermula pada tahun 1996, yang berproduksi di daerah Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat. Obat anti-nyamuk yang diproduksi di beri merek HIT, HIT mengenalkan dirinya sebagai obat nyamuk yang murah dan lebih tangguh. Selain di indonesi HIT juga mengekspor produknya keluar Indonesia.
Obat anti-nyamuk HIT yang diproduksi oleh PT Megarsari Makmur dinyatakan ditarik dari peredaran karena penggunaan zat aktif Propoxur dan Diklorvos yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan terhadap manusia. Departemen Pertanian, dalam hal ini Komisi Pestisida, telah melakukan inspeksi di pabrik HIT dan menemukan penggunaan pestisida yang menganggu kesehatan manusia seperti keracunan terhadap darah, gangguan syaraf, gangguan pernapasan, gangguan terhadap sel pada tubuh, kanker hati dan kanker lambung.
HIT yang promosinya sebagai obat anti-nyamuk ampuh dan murah ternyata sangat berbahaya karena bukan hanya menggunakan Propoxur tetapi juga Diklorvos (zat turunan Chlorine yang sejak puluhan tahun dilarang penggunaannya di dunia). Obat anti-nyamuk HIT yang dinyatakan berbahaya yaitu jenis HIT 2,1 A (jenis semprot) dan HIT 17 L (cair isi ulang). Selain itu, Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan melaporkan PT Megarsari Makmur ke Kepolisian Metropolitan Jakarta Raya pada tanggal 11 Juni 2006. Korbannya yaitu seorang pembantu rumah tangga yang mengalami pusing, mual dan muntah akibat keracunan, setelah menghirup udara yang baru saja disemprotkan obat anti-nyamuk HIT.
Masalah yang juga muncul adalah timbulnya miskomunikasi antara Departemen Pertanian (Deptan), Departemen Kesehatan (Depkes), dan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). Menurut UU, registrasi harus dilakukan di Depkes karena hal ini menjadi kewenangan Mentri Kesehatan. Namun menurut Keppres Pendirian BPOM, registrasi ini menjadi tanggung jawab BPOM. Namun Kepala BPOM periode sebelumnya sempat mengungkapkan, semua obat anti-nyamuk harus terdaftar (teregistrasi) di Depkes dan tidak lagi diawasi oleh BPOM. Tetapi pada kenyataannya, selama ini izin produksi obat anti-nyamuk dikeluarkan oleh Deptan. Deptan akan memberikan izin atas rekomendasi Komisi Pestisida. Jadi jelas terjadi lempar masalah dan kewenangan di antara instansi-instansi tersebut.


·        Kasus Whistle Blowing

Kasus Enron
Enron merupakan perusahaan dari penggabungan antara InterNorth (penyalur gas alam melalui pipa) dengan Houston Natural Gas. Kedua perusahaan ini bergabung pada tahun 1985. Bisnis inti Enron bergerak dalam industri energi, kemudian melakukan diversifikasi usaha yang sangat luas bahkan sampai pada bidang yang tidak ada kaitannya dengan industri energi. Diversifikasi usaha tersebut, antara lain meliputi future transaction, trading commodity non energy dan kegiatan bisnis keuangan.Kasus Enron mulai terungkap pada bulan Desember tahun 2001 dan terus menggelinding pada tahun 2002 berimplikasi sangat luas terhadap pasar keuangan global yang di tandai dengan menurunnya harga saham secara drastis berbagai bursa efek di belahan dunia, mulai dari Amerika, Eropa, sampai ke Asia. Enron, suatu perusahaan yang menduduki ranking tujuh dari lima ratus perusahaan terkemuka di Amerika Serikat dan merupakan perusahaan energi terbesar di AS jatuh bangkrut dengan meninggalkan hutang hampir sebesar US $ 31.2 milyar.
Dalam kasus Enron diketahui terjadinya perilaku moral hazard diantaranya manipulasi laporan keuangan dengan mencatat keuntungan 600 juta Dollar AS padahal perusahaan mengalami kerugian. Manipulasi keuntungan disebabkan keinginan perusahaan agar saham tetap diminati investor, kasus memalukan ini konon ikut melibatkan orang dalam gedung putih, termasuk wakil presiden Amerika Serikat.

Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar